Your mom just left in peace.
Deg. Langit pun serasa runtuh menimpa kepala dan menghempas saya ke dalam jurang yang terbuka. Ibu saya baru saja meninggal dunia. Pesan itu disampaikan tante saya yang berada di sisi almarhumah sampai nafas terakhir.
Tante saya menelepon, "What do you want me to do?" Tanpa sempat meluapkan emosi, saya meminta dia untuk menelepon yayasan pengurus kedukaan, menelepon gereja, dan mengumumkan jam pemakaman yang jatuh pada keesokan harinya karena… saya masih berjarak ribuan kilometer dari rumah! Ya, pada saat ibu meregang nyawa, saya sedang berada di Pulau Makbul, sebuah pulau terpencil di Sabah, Malaysia!
Saya berlari ke kamar memberitakan hal ini kepada teman saya, Anis. Saya menangis di kamar hanya semenit, dan langsung fokus gimana caranya bisa cepat pulang. Saya memberikan paspor dan kartu kredit saya lalu meminta tolong untuk membelikan tiket online. "Gue nggak peduli berapa harganya, yang penting cepat sampai!"
Dengan berlinangan air mata, saya lari ke resepsion dan bilang ada keadaan emergency. Sialnya kapal hanya ada jam 6.00 pagi dan 11.00 pagi, sementara saat itu baru jam 8.00 pagi. Terpaksa saya menyewa kapal sendiri. Bodo deh harganya mahal. Begitu dikontak, eh kapalnya lagi dipake diving di Sipadan!
Saya buru-buru packing, berlari ke dermaga untuk mengambil wet suit yang masih dijemur, berlari ke kamar meneruskan packing. Saya berlari lagi ke resepsion untuk check out dan membayar billing. Kedua Dive Master saya mendatangi dan memeluk saya. Mewek lagi.
Anis telah membeli tiket Tawau-Kuala Lumpur-Jakarta, berangkat jam 13.00. Padahal dari Mabul, saya harus naik kapal ke Sampoerna, lalu naik taksi ke bandara Tawau. Jam 10 kapal datang menjemput. Saya berpelukan dengan teman-teman grup diving, lalu segera loncat ke dalam kapal.
Hape saya berkali-kali bunyi karena banyaknya telepon, SMS, dan Whatsapp yang masuk. Sebagian saya angkat dan mengatakan bahwa saya sedang di Sipadan dan saya akan tiba di rumah jam 21.00. Entah kenapa keluar dari mulut saya jam 21.00, pesawatnya aja akan mendarat di Soekarno-Hatta jam 20.00, belum delay, belum antri imigrasi, antri bagasi, antri taksi, dan segala macam.
Mendekati Sampoerna, mesin kapal berhenti karena tersangkut sampah! Supir kapal pun membungkuk ke air mengurai sampah pada baling-baling mesin. Arrrgh! Why now?
Sampai di pelabuhan, eh taksi saya belum datang! "Tadi dia di sini, tapi sekarang entah ke mana," katanya. Lha! Saya pun duduk di warung dengan muka bete. 15 menit kemudian taksi datang, rupanya mobil pribadi yang disewa. Eh di sebelah supir ada ibu-ibu duduk. Lho kok? Supir memperkenalkan sebagai istrinya, lalu ia minta izin untuk mengantarkan ke rumah mereka! Yailaaah! Nggak tau orang lagi pengen buru-buru gini! Gokilnya, setengah jam kemudian supir berhenti lagi minta izin untuk mengembalikan ban ke bengkel! Hadoooh! Yang bikin saya naik darah, bengkel masih tutup jadi nungguin supir ngetok-ngetok rumahnya dulu! Rrrrrrr!
Tiba di bandara Tawau, saya check in. Saya bilang bahwa saya ada connecting flight dan transit di KL selama dua jaman, apakah bisa bagasi check through. Kata petugasnya, "Tidak bisa. Kamu harus keluar dulu, ambil bagasi dan check in lagi. Makanya kami menyarankan kalau transit harus minimal 3 jam." O-em-ji! Gimana nasib gue?
Saat menunggu boarding, saya mencari restoran untuk mengisi perut dan colokan untuk men-charge hape saya yang sekarat. Eh persis di bawah colokan duduk lah dua orang cewek asal Spanyol yang tinggal sehotel dan sama-sama diving di Sipadan. Kaget dengan kedatangan saya dengan muka kusut, mereka bertanya, "Que paso?" Dan tumpahlah tangis saya menceritakan. Mereka memeluk saya, membelikan air minum, dan memberi penghiburan. Ah, inilah yang saya suka dari traveling; sesama traveler dapat menjadi keluarga secara instan. Kabar baiknya, kami bertiga akan naik pesawat yang sama ke KL.
Meski terbang domestik, di bandara Sabah peraturannya tetap harus mengantri imigrasi karena paspor akan dicap. Antrian mengular. Jam 13.00 harusnya sudah boarding, tapi pesawat belum datang! Ampun dah, saya tambah stres membayangkan berlari-lari lebih cepat lagi di bandara KLIA2 yang superluas itu.
Dem, pesawat delay setengah jam! Sampai pintu pesawat ditutup ternyata dua kursi di sebelah saya kosong. Saya pun tidur selonjor sampai hampir mendarat di KL tiga jam kemudian. Begitu pesawat berhenti, saya kayak orang kampung yang langsung berdiri dan ambil tas di kabin. Saya berusaha nyempil-nyempil di antara orang yang mengantri di gang pesawat agar saya bisa keluar secepat mungkin.
Saya pun berlari kesetanan menuju baggage claim. Sialnya, bandara KLIA2 yang baru ini luaaaaasss banget, berjalan kaki biasa aja sampai setengah jam. Tiba di baggage claim, bagasi malah belum keluar! Huaaa! Saya bertemu kembali dengan kedua cewek Spanyol. Mereka menghibur, "Don't worry. You will make it!" Tunggu punya tunggu, bagasi kedua cewek itu duluan keluar. Ampun, kenapa bagasi saya yang lamaaa?!
Saya berlari lagi kesetanan menuju check in counter di lantai tiga. Saya mengantri di belakang dua cewek Spanyol itu. Mereka berkata, "Go ahead! You go first, we can wait! You are more important than us!" Saya menyalip dan check in. Begitu boarding pass di tangan, saya berlari lagi sambil berteriak kepada mereka, "Muchas gracias!" Mereka tersenyum dan melambaikan tangan. Ah, dalam keadaan begini saya diberi dua orang malaikat. Terima kasih, Tuhan. Lagi-lagi saya berlari kesetanan menuju ruang tunggu yang berada di 20 J. Jauhnya minta ampun!
Saya mendapat kursi di belakang, lagi-lagi dua kursi di sebelah saya kosong sehingga saya bisa tidur selonjor. Tuhan memang baik, dua kali naik pesawat saya dikasih istirahat dengan badan horisontal!
TING! Begitu signal berbunyi, saya berlari ke depan, turun tangga, melompat ke bus, berlari ke konter imigrasi. Pas antri, eh ada satu konter baru dibuka. Buru-buru saya lari sehingga saya dapat antrian pertama. Saat menunggu bagasi, eh bagasi saya keluar yang pertama. Antrian customs pun saya yang pertama. Saya terus berlari kesetanan menuju antrian taksi. Begitu saya memutuskan untuk naik taksi premium agar lebih sedikit antriannya, eh pas di depan antrian taksi putih ada satu taksi yang sedang parkir. Saya buru-buru mendaftar… ternyata saya antrian pertama! Langsung saya masuk. Supir taksi saya perintahkan untuk ngebut sengebut-ngebutnya naik tol baru. I have been running like crazy the whole day, baju saya basah kuyup oleh keringat. Tidak ada yang saya inginkan selain cepat sampai rumah.
Mendekati rumah, jalanan penuh dengan mobil… dan taksi saya stuck! Saya buru-buru turun untuk meneruskan lari, eh pas ketemu supir tante saya yang berkata, "Lari aja, mbak! Biar saya yang bawain tasnya!" Di depan taksi, tukang ojek langganan pas menyalakan motornya, "Buruan naik mbak, biar saya ojekin!"
Ojek pun ngebut sampai ke depan garasi rumah. Saya loncat masuk ke rumah menemui jenazah ibu saya yang terbaring… I'm home, mama! Saya melihat jam tangan: tepat pukul 21.00… dan pecahlah tangis saya.
Jakarta, 17 September 2014
In memory of my beloved mother