Selamat Datang di www.cetak-tiketku.blogspot.com, Peluang Usaha Untuk Mengelola Bisnis Penjualan Tiket Di Rumah Anda dengan Mudah ....!


Selamat Datang

Rekan Netter ...

Prospek Bisnis online di bidang penjualan tiket pesawat masih sangat besar peluangnya, selama perusahaan penerbangan masih ada dan dunia pariwisata terus berkembang, bisnis tiket pesawat masih layak untuk dipertimbangkan, hal yang perlu diperhatikan adalah menjamurnya pusat penjualan tiket dimana – mana, sehingga daya saing semakin tinggi, perlu suatu terobosan yang inovatif agar tetap bersaing sehat. Ini lah yang menjadi pertimbangan birotiket.com sehingga membuka peluang bisnis online menjadi biro tiket pesawat secara online dengan modal sedikit tetapi hasil yang sangat luar biasa..

Tahukah anda bahwa Internet juga bisa digunakan untuk menjalankan bisnis jutaan rupiah dengan modal terjangkau? Ya, kini anda dapat memanfaatkan Internet agar dapat menghasilkan jutaan rupiah per bulannya.

BERIKUT INI BUKTI KESERIUSAN KAMI
MENGAJAK ANDA MEMULAI USAHA BISNIS TIKET PESAWAT SECARA ONLINE

Menjadi Biro Tiket Pesawat tidaklah sesulit yang anda bayangkan bisa dilakukan kapan saja dimana saja oleh anda yang berprofesi sebagai karyawan, Pengusaha, ibu rumahtangga, mahasiswa, atau siapa saja! DIJAMIN, Anda tidak ingin melewatkan Peluang berharga ini...

Resiko ? Setiap Bisnis mempunyai resiko, Hal terpenting adalah bagaimana strategi anda mengolah resiko menjadi profit, salah satu cara mencari peluang bisnis dengan nilai investasi yang kecil.

Berapa modal yang anda keluarkan? Untuk menjadi agen penjualan tiket pesawat online sangatlah murah yaitu hanya sebesar Rp. 150000,- saja. Itu tidak seberapa mahal jika dibanding anda menjadi agen penjualan tiket secara offline.

KEUNTUNGAN APA SAJA YANG AKAN ANDA DAPATKAN ?

1. Proses reservasi / booking bisa dilakukan darimana saja dan kapan saja di seluruh wilayah Indonesia.
2. Data yang transparan langsung dari airline.
3. Proses reservasi langsung dilakukan dari sistem airline.
4. Anda bisa mencetak sendiri tiket anda dan penumpang anda bisa langsung terbang.
5. Pembayaran melalui transfer bank sehingga bisa lebih cepat dan akurat.
6. Anda bisa menjual kembali tiket tersebut kepada orang lain dengan harga pasar.

Selain beberapa keuntungan di atas, masih banyak lagi keuntungan yang akan anda dapatkan jika bergabung bersama www.birotiket.com, selengkapnya silahkan klik disini

BISNIS YANG BIASA TETAPI MEMILIKI
POTENSI PENGHASILAN YANG LUAR BIASA


Bergabung? silahkan klik disini

Kamis, 17 Desember 2015

The Naked Traveler

The Naked Traveler


Habiskan makananmu

Posted: 17 Dec 2015 03:00 AM PST

Saya sangat menikmati sarapan di hotel, terutama di hotel-hotel di Indonesia – karena makananya makanan Indonesia yang tidak ada yang ngalahin enaknya! Tapi… saya selalu dibuat sebal dengan tingkah para tamu.

Pagi itu, saya memperhatikan seorang lelaki setengah baya yang duduk di meja sebelah. Ia datang dengan piring berisi nasi goreng menggunung dan lauk pauk yang menumpuk sampai menutupi nasinya. Belum juga disentuh makanan tersebut, dia sudah beranjak lagi ke egg corner untuk memesan omelette. Sambil menunggu telur matang, dia bergeser ke meja sebelahnya dan mengambil dua lapis roti yang diolesi selai stroberi. Saya yang doyan makan banyak pun salut dengan porsi makan si bapak. Rupanya dia duduk bersama keluarganya yang semuanya mengambil makanan berlimpah sampai mejanya penuh. Dalam lima menit mereka berhenti makan, lalu mengobrol. Saya pun terhenyak. Masih banyak sisa makanan di piring dan di meja mereka! Saya pikir makannya akan diteruskan, nggak tahunya nasi dan lauk pauk hanya diaduk-aduk dan roti lapis yang bekas dua gigitan ditumpuk di atas nasi.

Ah, pemandangan yang "jamak" di hotel di Indonesia saat sarapan ala prasmanan di restorannya. Entah ini budaya dari mana asalnya, tapi saya sering sekali melihat pemandangan seperti ini. Orang mengambil makanan berlimpah, tapi tidak dihabiskan. Hal yang sama terjadi juga pada saat pesta resepsi pernikahan. Masih mending kalau sisa makanannya hanya sedikit, ini seringnya lebih dari setengah. Apakah mereka tidak bisa mengukur kapasitas makan diri sendiri? Apakah ini terjadi karena sistemnya makan prasmanan saja?

Sebagaian yang makanannya tidak dihabiskan beralasan karena "tidak enak". Duh, kalau begitu jangan diambil sekaligus banyak dong! Meskipun gratis dan prasmanan, bukankah sebaiknya makanan diambil sedikit-sedikit? Alasan lain, "Nanti takut keburu habis diambil orang lain"! Loh, emangnya kalian segitu kekurangan makanan? Yang lebih aneh lagi alasan, "Daripada diambil sama catering-nya". Loh?

Anyway, ada tiga pengalaman pribadi yang membuat saya sangat sebal dengan orang yang mengambil banyak makanan tapi tidak dimakan. Pertama, saya selalu ingat almarhum ayah saya yang selalu mengingatkan bahwa makanan itu harus dihabiskan. Alasannya, "Kamu sudah diberi makan aja tidak dihabiskan. Bayangkan orang-orang di Ethiopia yang kelaparan tidak bisa makan!" Sahih.

Kedua, saya pernah kerja di dua restoran siap saji selama lima tahun. Saya tahu banget bagaimana susahnya mengelola restoran, terutama mempersiapkan makanan. Semua staf harus menjalani pelatihan berbulan-bulan untuk membuat makanan dengan rasa dan tampilan yang konsisten. Staf bagian dapur berpeluh seharian untuk memasak, bahkan tak jarang tangan mereka terluka kena letupan minyak panas. Bayangkan bila perjuangan mereka jadi sia-sia kalau makanan dibuang begitu saja!

Ketiga, saya juga pernah bekerja di perkebunan sayur-mayur. Saya baru sadar betapa sulitnya menumbuhkan sayuran! Mulai dari membeli bibit, menanam, mengairi, memberi pupuk, sampai beberapa bulan kemudian dipetik. Saya ingat klien saya, salah satu jaringan restoran terbesar di Indonesia, setiap hari memesan sayur caysim sebanyak 1,5 ton. Terbayang seberapa besar lahan yang diperlukan untuk menanam caysim, berapa banyak sumber daya dikerahkan. Sedihnya, caysim adalah sayuran yang paling sering tidak dimakan, padahal telah susah payah ditumbuhkan.

Kembali ke pemandangan awal, saya memperhatikan lagi meja di depan saya. Sepasang orang asing yang diam-diam memasukkan roti yang dibungkus tissue ke dalam tasnya. Yah, paling tidak makanan di restoran ini dibutuhkan dan akan dihabiskan – daripada diambil, diaduk-aduk dan tidak dimakan.

Saya rasa, hidup tumbuhan dan hewan akan lebih berarti di dunia ini jika mereka "mati" tidak sia-sia, namun bermanfaat untuk kebaikan manusia. Jadi, tolong habiskan makananmu, minimal di piringmu sendiri ya?

Senin, 07 Desember 2015

The Naked Traveler

The Naked Traveler


Jadi delegasi Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015

Posted: 07 Dec 2015 09:19 AM PST

Momen paling membanggakan sebagai penulis selama tahun 2015 adalah ketika saya diundang pemerintah Indonesia untuk hadir dalam Frankfurt Book Fair pada 13-18 Oktober. Acara tahunan tersebut adalah pameran trading buku terbesar di dunia dari jumlah penerbit dan pengunjung yang hadir, juga yang tertua di dunia karena tradisi itu sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Tahun 2015 ini Indonesia menjadi Guest of Honour. Artinya, tema pameran adalah tentang Indonesia, acara berfokus pada Indonesia, dan Indonesia mendapat jatah stand terbesar. Tema yang diusung Indonesia tahun ini adalah 17,000 Islands of Imagination.

Menjadi Guest of Honour adalah hal yang penting bagi suatu negara, namun seperti sudah diduga persiapannya serba mendadak padahal sudah tahu beberapa tahun sebelumnya. Pemilihan penulis yang dikirim konon berdasarkan rapat IKAPI yang mensyaratkan penulis yang sudah terkenal, menerbitkan banyak buku, diutamakan yang bukunya berciri Indonesia, dan sudah diterbitkan ke dalam bahasa Inggris. Denger info, saya sempat tidak jadi diberangkatkan karena ada catatan merah bahwa "Trinity suka menjelekkan orang dalam presentasi" – entah apa artinya dan dari siapa informasi ngaco itu berasal. Saya sih pasrah aja, tapi untunglah 2 bulan sebelum keberangkatan saya dikabari akhirnya ikut dikirim. Hore!

Soal penulis yang diberangkatkan dan tidak rupanya sempat memanas di social media, bahkan ada penulis yang sampai mengundurkan diri karena protes. Saya memilih untuk menyimpan rapat kabar tentang keikutsertaan saya karena malas terlibat drama berkepanjangan. Saya pun tidak membalas komen negatif di social media yang menyerang saya karena saya berangkat. Sebagai penulis ber-genre travel, udah untung banget dikirim. Apalagi disejajarkan dengan Taufik Ismail, Andrea Hirata, Leila S. Chudori dan Dee Lestari – yah, apalah saya ini bukan?

Ada kah penulis idolamu?

Yang mana penulis idolamu?

Meeting antar panitia dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pun diadakan. Terjadilah kehebohan berikutnya karena ketidakjelasan informasi. Contohnya, informasi mengenai extend atas biaya sendiri yang tadinya boleh tiba-tiba jadi tidak boleh, yang tadinya boleh cari hotel sendiri eh tiba-tiba harus di hotel yang disediakan panita. Tentu saya melancarkan protes, yang didukung oleh sebagian penulis lain. Kami pun bersatu di grup Whatsapp agar saling berbagi informasi. Ada sekitar 75 orang penulis dan chef yang dikirim, namun total rombongan ada 400-an orang.

Visa Schengen saya urus sendiri karena saya sudah punya travel insurance setahun. Saya memesan penginapan di hostel dekat Hauptbahnhof, terpisah dari rombongan yang hotelnya jauh dari pusat kota. Beberapa hari sebelum berangkat tiket pesawat baru dikirim, asam lambung saya sampai naik karena stres serba nggak jelas gini. Saya naik pesawatnya pun terpisah dari rombongan utama. Lebih stres lagi soal duit. Sistemnya setiap penulis akan di-transfer uang per diem yang akan dipakai untuk biaya hidup kami sehari-hari di Frankfurt, termasuk akomodasi, transportasi, dan makan. Namun sampai beberapa hari kami tiba di Frankfurt, duit tersebut belum juga di-transfer!

Singkat cerita, tempat pameran bernama Messe Frankurt itu gede banget! Luasnya 578.000 m² terdiri dari 4 lantai dengan 10 exhibition hall. Antar hall aja disediakan travelator (semacam escalator datar kayak di bandara). Frankfurt Book Fair adalah pertemuan antar penerbit buku dunia untuk membeli dan menjual rights, jadi bukanlah literary festival yang mempertemukan penulis dan pembaca atau book fair yang sering diadakan di GBK Jakarta yang isinya jualan buku diskonan. Selama tiga hari pertama, pameran ini hanya dibuka untuk lebih dari 7.000 exhibitor dari 100 negara, sedangkan publik baru boleh masuk pada hari keempat. Itu pun jumlah pengunjungnya selama pameran mencapai lebih dari 275.000 orang. Suasana di Messe yang selalu rame dan berdesakan membuat saya semakin optimis bahwa industri buku masih terus berkembang dan saya sudah di jalur yang tepat jadi penulis.

Stand utama Indonesia ada di Pavilion yang terdapat juga teater untuk pertunjukkan budaya. Stand buku dan tempat bertransaksi ada di National Stand se-hall dengan negara-negara Asia lainnya. Stand Indonesia yang kecil-kecilnya ada di hall komik, buku anak, dan buku kuliner. Indonesia juga membuka restoran masakan Indonesia yang digawangi William Wongso. Untung lah interior stand Indonesia bagus dan nggak malu-maluin. Memang tidak terlihat grande, tapi itu karena konsepnya minimalis dengan banyak unsur kayu dan warna monokrom.

Selama seminggu acara, setiap hari kami wajib hadir ke Messe. Saya dan teman saya, penulis novel Ika Natassa, selalu jalan bareng keliling hall yang berkilo-kilo meter jauhnya untuk memberi support kepada sesama penulis dan pengisi acara. Setiap sore kami menanti-nantikan acara Happy Hour di mana disediakan makanan Indonesia gratis. Tak ketinggalan kami sibuk foto bareng para penulis Indonesia yang terkenal. Tapi saking capeknya, saya sama sekali nggak jalan-jalan keliling Frankfurt. Hanya saja dua hari terakhir saya diundang oleh Forum Masyarakat Indonesia untuk bedah buku di kota Dresden.

diskusi panel #FBF2015

Yang bikin bangga, delapan judul buku saya dipajang di rak National Stand, juga kutipan gambar komik Duo Hippo Dinamis oleh ilustrator Sheila Rooswitha di Pavilion. Saya pun jadi pembicara di diskusi panel tentang travel writing bersama Agustinus Wibowo dengan moderator Elizabeth Pisani di National Stand. Beberapa wartawan mewawancarai saya dan liputannya masuk media, termasuk di rubrik Nama & Peristiwa koran Kompas. Beberapa pembaca buku saya juga ada yang minta tanda tangan dan foto bareng, termasuk fans dari Malaysia. Yang membanggakan lagi, genre buku travel sudah bisa disejajarkan dengan buku sastra dan genre lainnya. Bukan hanya di Indonesia, tapi di Frankfurt Book Fair pun hall khusus buku travel ada dan besar.

Pencapaian penulis Indonesia di Frankfurt Book Fair adalah ketika buku-bukunya dibeli rights-nya oleh penerbit luar negeri untuk diterjemahkan dan diterbitkan di negara lain. Sampai saat ini sih belum ada penerbit luar yang membeli rights buku saya, namun punya buku yang dipajang dan jadi pembicara di Jerman dalam acara berskala internasional cukup membuat saya senyum sumringah karena bangga – biar kayak Agnes Monica yang go international gitu! :)

Sungguh nggak nyangka, bermula dari ngeblog 10 tahun yang lalu, hidup saya bisa jadi begini! Semoga membuat almarhumah ibu saya bangga.