The Naked Traveler |
Pantai-pantai di Lampung bagus, tapi… Posted: 27 Jul 2015 04:00 AM PDT Pada akhir Juni 2015 sahabat saya, Pepita, ujug-ujug mengajak saya berlibur ke Lampung bersama kedua anaknya; Cia dan Cio. Semua sudah di-arrange jadi saya tinggal bawa baju aja, begitu promosinya. Kami akan menginap di sebuah resort di tepi pantai Kalianda. Mendengar kata "pantai", saya langsung oke! Apalagi pas awal bulan puasa, jadi bakal sepi. Dari bandara Radin Inten II naik mobil sewaan memakan waktu 2 jam. Memasuki kota Kalianda kami nyasar-nyasar karena peta di situs hotel sangat disederhanakan dan Google Maps pun tidak mampu memberikan petunjuk saking mblusuknya. Herannya, hanya berjarak 5 menit dari kantor Bupati (yang muka bupatinya selalu ada di setiap billboard apapun) jalannya rusak parah. 20 menit teruncal-uncal kemudian kami tiba di hotel. Dan… saya kaget karena hotel dan kompleksnya jauh berbeda dengan foto yang ada di situsnya! Bangunannya tampak tua dan kusam, pasir pantainya sudah tidak putih lagi. Ketika sampai di bibir pantainya di depan hotel, saya kaget lagi. Pantainya banyak sampah dan ombaknya besar banget – bahkan ada plang bertuliskan "Kawasan Dilarang Mandi ". Waduh, gimana mau berenang? "Oh situs itu dibikin tahun 2005, terus password-nya hilang, jadi nggak bisa di-update," kata manager hotel. Kabar gembiranya, kami adalah satu-satunya tamu yang menginap di hotel. Kedua, sunset-nya keren! Besoknya Pepita sekeluarga berwisata ke Way Kambas, tapi saya memilih untuk berenang di pantai. Saya bertanya ke resepsionis di mana berenang yang aman. Mereka mengatakan bahwa saya harus berjalan ke pantai paling kanan dekat batu-batu. Saya pun ke sana, tapi berenangnya hanya bisa kecibak-kecibuk doang karena airnya dangkal dan banyak batu. Selanjutnya saya berjemur matahari beralas sarung Bali sambil baca buku… sampai ketika saya sadar bahwa ada seorang pria sedang merokok duduk di atas batu ngeliatin saya! Duh, males banget kan? Saya berpindah posisi dan ngumpet di balik batu lain, eh dia masih di situ. That's it. Saya pun balik ke kamar. Pas jam makan siang saya ke resepsion untuk memesan makanan, eh restoran tutup. Saya mau titip beliin makanan, katanya warung sekitar juga tutup karena bulan puasa. Untungnya Pak Manager hotel berbaik hati mengantarkan saya naik mobilnya cari makan. Setelah keliling-keliling Kota Kalianda, tak satupun tempat makan yang buka! Si Bapak kemudian mengarahkan mobilnya ke Jalan Trans Sumatra ke arah Bakauheni. Sepanjang jalan memang banyak restoran Padang, tapi kata si Bapak males bareng supir-supir truk. 20 menit kemudian, kami sampai di sebuah restoran Padang ber-AC yang parkirannya berisi mobil-mobil pribadi. Waktu menunjukkan pukul 14.00, saya pun kalap menghabiskan 3 piring nasi plus lauk pauk yang berjibun. Hari berikutnya agenda kami adalah island hopping seharian. Pepita sudah membayar trip ini sebesar Rp 1,7 juta termasuk sewa mobil dan kapal. Gila mahalnya! Tapi ya sudahlah, sudah dibayar ini. Kami naik mobil sejam menuju Pantai Pasir Putih, tempat kapal bersandar. Begitu kapalnya datang, lagi-lagi saya kaget. Kapalnya kecil banget dan hanya memiliki mesin tempel 25 PK! Buset, ini sih harganya digetok! Saking imutnya kapal ini, ke Pulau Pahawang aja memakan waktu 1,5 jam! Untungnya Pulau Pahawang bagus. Pasirnya putih meski ada sampah plastik juga, tapi airnya tenang. Kami pun berenang sampai jam makan siang. Saya mengusulkan kepada tukang kapal untuk cari makan di pulau lain sekalian berenang lagi. Eh si bapak bilang, "Oh, perjanjiannya kami cuma mengantar ke Pahawang saja. Kalau mau ke pulau-pulau lain tambah Rp 400.000,-!" Hah? "Soalnya muter itu. Jauh lagi!" Hah? Padahal tadi pulau-pulau itu juga kita lewatin! Minta diskon nggak dikasih, saya tidak punya pilihan. Itung-itung membantu perekonomian lokal, ya sudah lah. Pulau kedua adalah Kelagian Lunik yang ada satu warung jualan mi instan cup dan kopi instan. Abis makan, kami berenang lagi. Pulau ini cakep banget! Dikelilingi pulau-pulau lain yang berbukit dengan air tenang bergradasi biru. Pasirnya pun jauh lebih bersih. Ketika kapal kami pergi, saya ditagih karcis tanda masuk sebesar Rp 25.000,- Saya membayar dengan berpesan agar pulau ini dijaga kebersihannya. Pulau ketiga adalah ke sebuah pulau gosong atau sandbar yang saya lihat dari hasil browsing. Kata tukang kapal ada di Pulau Pasir Timbul. Begitu mendekat, mata saya terbelalak. Pulau yang cuma seuprit tersebut sudah ada bangunan permanen berupa penginapan dan tambak ikan! Lha, mana keren kalo difoto bocor begitu? Rupanya ada sandbar yang jauh lebih kecil yang harus berjalanan dari dermaga melalui jembatan kayu. Anjir, betul-betul merusak pemandangan! Meskipun demikian, kami menikmati juga berenang dan foto-foto di sandbar selama 10 menit, sampai datang rombongan turis lokal 2 kapal yang langsung bikin penuh. Pulangnya saya ditagih lagi Rp 10.000,-/orang. Saya tanya ke mas-masnya, "Karcisnya mana?" Jawabnya santai, "Nggak ada." Hmm, baiklah. Saat perjalanan pulang, ombak meninggi. Kami semua basah kuyup diterjang air laut! Mendarat di Pantai Pasir Putih, air surut jauh sehingga kami harus berjalan kaki di atas pasir bersampah. Eww! Merasa "dirampok", besoknya kami leyeh-leyeh aja di pantai hotel, tepatnya di "pantai kanan berbatu". Ternyata di balik bukit sebelah kanannya batu-batuan tersebut, ada pantai lain yang airnya jauh lebih tenang dan tidak berbatu. Karena sengaja dibendung, pantai ini seperti kolam renang alami yang airnya masuk dari terjangan ombak. Meski pasirnya bersampah super banyak, namun tak mengurungkan niat kami untuk berenang sepuasnya. Saya salut sama Cia dan Cio yang tidak rewel berenang di kondisi apapun. Intinya saya hepi kok liburan di pantai-pantai Lampung. Lumayan dekat dari Jakarta, tapi bisa dapat pantai-pantai cakep. Saya cuman berharap aja dikelola dengan baik, terutama sampah-sampahnya. |
You are subscribed to email updates from The Naked Traveler| The Naked Traveler To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar