The Naked Traveler |
Posted: 08 Oct 2015 04:30 AM PDT Setahun yang lalu saya gagal ke Myanmar. Baru sadar ternyata saya masih punya tiket pesawat Jakarta-Yangon-Jakarta yang berlaku satu tahun dan akan habis Oktober 2015. Lihat kalender, saya hanya ada waktu 4 hari karena jadwal lagi full. Banyak yang menyarangkan agar saya sekalian ke Bagan atau Mandalay, tapi saya memutuskan untuk tinggal aja di Yangon aja. Saya penganut slow travel, rasanya malas liburan harus kejar-kejaran. Lagi-lagi karena kesibukan ini-itu, saya tak sempat browsing. Saya hanya book hostel karena hostelnya baru, lokasinya strategis, dan ada sekamar sendiri yang hanya beda USD 2 daripada dorm isi 4 orang. Beberapa jam sebelum berangkat saya pun baru packing dan browsing gimana caranya dari bandara ke hostel. Mendarat di bandara Yangon, dengan pedenya saya antri di imigrasi. Petugasnya seorang wanita muda, pada plang nama di dadanya tertulis ia bernama Thit Thit. Saya sampe senyum-senyum sendiri. Tau-tau ia tanya, "No visa?" Lha? Saya jawab, "Yes. Indonesian passport free visa right?" Lalu ia mencap sambil bilang, "I know!" Lha? Ngetes rupanya! Keluar bandara, saya tuker uang USD 100 dan pergi ke konter taksi membayar 8.000 Kyats (ternyata dibaca: chets). Perjalanan ke pusat kota bikin saya kagum. Ternyata Yangon (dibaca: Yang-gon) kotanya rapi dan hijau. Jalan rayanya lebar, banyak pohon, meski bangunannya jadul. Penduduknya sebagian besar memakai longyi (dibaca: long-ji) atau sarung – motif kotak-kotak untuk cowok, motif kembang untuk cewek. Sebagian mulutnya merah-merah karena mengunyah sirih. Jadul abis! Lucunya lagi, mobil-mobil di sana yang sebagian besar bercat putih setirnya kanan tapi jalannya di kanan. Saya diturunkan di seberang hostel yang plangnya kelihatan berada di lantai tiga. Masalahnya, di bawah bangunan itu adalah pasar seperti di Tanah Abang yang hiruk pikuk sampai nggak tau gimana caranya naik ke atas. Saya tanya orang-orang di situ, nggak ada yang bisa bahasa Inggris tapi hanya menunjuk-nunjuk. Hampir sejam saya ngiter-ngiter sampai akhirnya saya minta tolong seorang cowok muda untuk pinjem hapenya menelepon hostel. Resepsionis hostel pun nongol di balkon dan berteriak untuk masuk melalui gudang belakang toko baju! Jiaaah, ampe mati juga saya nggak bakal nemu kalo nggak dikasih tau! Pas check in di siang hari, hostel kosong. Saya tanya apakah saya satu-satunya tamu di situ. Katanya ada seorang pria asal Jakarta yang sedang menginap juga tapi ia sedang keluar. Wow, ini kali pertama seumur hidup saya tinggal di hostel bareng orang Indonesia! Saya titip salam aja dan minta dikenalin – kali aja bisa jalan bareng. Saya pun tanya di mana makan yang enak. Staf hotel memberi tahu sebuah restoran masakan Myanmar yang hanya berjarak 3 blok. Saya duduk dan bengong karena nggak ngerti order apa karena tidak ada menu, orang tidak berbahasa Inggris, tulisannya pun huruf keriting. Ah, ini lah traveling sesungguhnya – perasaan lost yang bikin kangen! Kembali ke hostel, saya matikan lampu dan nyalain AC untuk tidur! Bangun-bangun udah jam 7 malam. Saya makan malam, jalan-jalan ke Sule Pagoda (iya, namanya pelawak gitu). Balik ke hostel, saya dikenalin sama orang Jakarta itu. Ternyata dia seorang bapak-bapak asal India yang sudah 25 tahun tinggal di Indonesia. Dia ke Yangon untuk bisnis biji sirih! Malamnya saya ajak dia ngebir. Eh dia malah ngajak saya dugem tiap malam (ceritanya di blogpost selanjutnya)! Siang hari saya keliling-keling aja jalan kaki sendiri. Di sekitar Sule Pagoda sampai ke Pelabuhan itu adalah kawasan kota tua yang menarik dengan bangunan kolonialnya. Lagi duduk-duduk di taman Maha Bandula, saya kenalan sama cowok lokal ganteng pake sarung! Uh, kurang seksi apa coba? Nggak taunya dia guide di Shwedagon Pagoda. Ting! Langsung saya punya ide. Saya tawarkan untuk jadi private guide saya mengantar keliling Yangon. Bosan juga 2 hari jalan-jalan sendiri dan nggak ada yang bisa bahasa Inggris. Dia mentraktir saya minum teh susu di sebuah tea shop seperti kebiasaan orang lokal. Saya lanjut ke pasar Bogyoke Aung San dan sengaja makan di KFC karena merupakan restoran franchise Amerika yang baru buka pertama kali di negara Myanmar jadi hebohnya nggak karuan, seperti ketika McDonald's buka di Jakarta tahun 1989. Besoknya saya diajak Aung naik bus lokal ke National Races Village. Semacam Taman Mini Indonesia Indah tapi ini isinya 8 kampung tradisional berdasarkan ras utama di Myanmar. Dari situ ke Pagoda Chauk Htat Gyi tempat patung Buddha tidur berukuran 65 x 16 meter dan Pagoda Ngya Htat Gyi tempat patung Buddha duduk setinggi 16 meter. Sorenya ke Shwedagon, pagoda emas terbesar dan terindah di Myanmar. Karena Aung adalah seorang mantan biksu, saya jadi belajar banyak. Menjelang malam saya diajak ke Danau Kandawgyi yang terdapat jembatan kayu super panjang mengelilingi danau. Surprise juga, danaunya bersih dan pemandangannya indah. Di ujung danau dekat Karaweik Hall, kami minum-minum di outdoor cafĂ©. Balik ke hostel untuk ganti baju, hostel penuh dengan bunga ucapan selamat atas pembukaan hostel. Saya diberi pemilik hostel sekotak kue dan roti manis sebagai perayaan. Ah, so sweet! Saya dan Aung pun pergi makan di rooftop sebuah pasar tradisional beberapa blok dari hostel. Kami makan aneka daging barbeque dan minum 6 botol besar Myanmar Beer habisnya kalo dikurskan cuma Rp 100.000-an! Berasa jadi 'lurah' di hostel, hari terakhir saya santai-santai aja ngobrol sama tamu-tamu bule yang baru datang. Terakhir saya menyantap makanan Myanmar dekat hostel. Perlu diketahui, makanan Myanmar itu enak-enak banget dan murah, cocok sama lidah Indonesia. Surprise selanjutnya datang dari pemilik hostel. Dia mengantar saya naik mobil pribadinya ke bandara! Memang benar bahwa good thing happens when you least expect it. Empat hari di Yangon doang, saya justru hepi banget karena nggak punya ekspektasi apa-apa sebelumnya. Mungkin bisa diterapkan juga dalam hal mencari jodoh. #eaaa #curcol |
You are subscribed to email updates from The Naked Traveler. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar