Kesuksesan maskapai penerbangan asal Malaysia,AirAsia, tidak terlepas dari tangan dingin pendirinya,Datuk Anthony Francis Fernandes atau yang lebih dikenal dengan Tony Fernandes.
Pengusaha yang awalnya mendirikan Tune Air Sdn Bhd tersebut dikenal sebagai salah satu pionir dalam penerbangan bertarif murah (low cost carrier) kepada masyarakat Malaysia dengan slogan "semua mampu naik pesawat". Pria kelahiran Kuala Lumpur,Malaysia ini menjadi terkenal ketika berhasil membawa AirAsia bangkit setelah terus-terusan merugi saat masih berada di bawah.
Kisah sukses Tony Fernandes bermula ketika berkesempatan bertemu mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad pada Oktober 2001 melalui Datuk Pahamin A Rajah, seorang mantan Sekretaris Tinggi Kementerian Perdagangan dan Urusan Konsumen Domestik Malaysia. Saat itu AirAsia anak usaha sebuah perusahaan milik Pemerintah Malaysia DRB-Hicom tengah mengalami kesulitan akibat utang yang terlalu banyak.
Pemerintah Kuala Lumpur sebelumnya telah mencoba menjual AirAsia kepada para investor,namun tidak ada yang berminat.Sebab itu, Mahathir menyarankan kepada Fernandes agar membeli maskapai penerbangan yang sudah ada ketimbang harus mendirikan maskapai penerbangan baru. Untuk membeli perusahaan tersebut,Fernandes melelang rumahnya dan menggunakan keseluruhan uang simpanan untuk membeli AirAsia.
Saat itu maskapai penerbangan yang kini beraliansi dengan Malaysian Airlines itu hanya memiliki dua unit pesawat Boeing dengan utang 40 juta ringgit Malaysia. Saat membeli AirAsia,Tony mendapat banyak kritikan termasuk dari kalangan pebisnis Negeri Jiran. Bahkan ada yang meramalkan AirAsia akan pailit seiring dengan banyaknya orang yang tidak berani naik pesawat pascainsiden serangan World Trade Center (WTC) pada 11 September 2011 (9/11) di Amerika Serikat (AS).
Namun,setahun kemudian,tepatnya pada 2002,AirAsia mampu membayar keseluruhan utangnya dan tidak lagi mengalami kerugian. Membaiknya kinerja keuangan AirAsia berkat strategi Tony dalam menyusun kembali manajemen dengan konsep yang membawa perubahan besar.Imbasnya saat penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO) pada November 2004, saham AirAsia mengalami oversubcribe hingga 130%.
Saat Fernandes membeli AirAsia,dia yakin bahwa langkah yang diambilnya datang pada saat yang tepat. Pascapemboman menara kembar WTC 9 September 2001 terjadi penurunan penyewaan pesawat sebesar 40%.Dalam kondisi ini Fernandes justru sangat mudah mendapat pekerja yang berpengalaman akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri penerbangan luar negeri.
Pria yang pernah bekerja di Virgin Airlines,milik Richard Branson,itu yakin penumpang Malaysia akan menyambut tarif penerbangan murah,terlebih dalam keadaan ekonomi yang serbaketat. Karena itu,dia menjiplak sistem maskapai penerbangan Irlandia yang paling sukses di dunia,Ryanair. Maskapai itu sebelumnya juga berhasil karena lebih dulu meniru metode dari Southwest Airlines di AS.
Fernandes mengalkulasikan bahwa 50% pengguna pesawat bertarif rendah adalah penumpang yang pertama kali menggunakan pesawat untuk bepergian. Pria yang pernah menjadi direktur manajer termuda di Warner Music Malaysia itu juga sukses mengembangkan bisnisnya di industri penerbangan dengan memperluas pasar AirAsia sebagai maskapai penerbangan internasional.
Melalui AirAsia X,seperti dilansir AINonline.com, Fernandes melebarkan sayap bisnisnya ke sejumlah negara di Eropa.Untuk mendukung rute internasionalnya,pada ajang pameran dirgantara di London pertengahan Juli lalu, AirAsia memesan sedikitnya 50 unit pesawat baru dari Airbus jenis A320neo yang akan mulai didatangkan pada 2016. Fernandes juga merupakan sosok fenomenal di dunia bisnis.
Terbukti dari sejumlah penghargaan yang diterimanya dari berbagai institusi antara lain International Herald Tribune Award "Visionaries & Leadership Series" atas kinerjanya di AirAsia, Malaysian Chief Executive Officer (CEO) of the Year 2003, dan Emerging Entrepreneur of the Year 2003.Dia juga termasuk salah satu jajaran orang terjaya di Malaysia.
(Harian Seputar Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar