Angkatan Udara Amerika Serikat telah melarang terbang semua armada tempur F-22-nya, pesawat paling canggih di dunia, setelah masalah muncul pada pasokan oksigen pesawat itu, beberapa pejabat mengatakan, Jumat.
Raptor F-22 yang bisa menghindari radar, sebagaimana dinyatakan AFP, dilarang terbang sejak 3 Mei dan para pejabat Angkatan Udara tidak dapat mengatakan kapan pesawat itu akan kembali ke udara.
"Keselamatan awak udara kami adalah yang terpenting dan kami akan memerlukan waktu yang cukup untuk menjamin kami melakukan penyelidikan yang seksama," kata juru bicara Kapten Jennifer Ferrau kepada AFP.
Angkatan udara telah menyelidiki kemungkinan kemacetan dalam sistem pasokan oksigen pada pesawat itu setelah beberapa pilot melaporkan masalah, menurut jurnal Flight Global.
Dalam satu kasus, F-22 menggores puncak pohon sebelum mendarat dan pilotnya tidak dapat mengingat insiden itu, yang mengindikasikan kemumgkinan gejala hiposia karena kurangnya udara, majalah tersebut melaporkan.
Ferrau menyatakan terlalu cepat untuk mengatakan dengan pasti bahwa masalah teknik itu terkait dengan sistem pembangkit oksigen di dalam pesawat, yang dikenal sebagai OBOGS.
"Kami masih bekerja untuk mengidentifikasi sifat sebenarnya dari masalah itu. Terlalu dini untuk menghubungkan secara pasti masalah-masalah sekarang ini dengan sistem OBOGS itu," katanya.
Sejak Januari, pilot-pilot F-22 telah dilarang terbang di atas 25.000 kaki (7.600 meter), menyusul jatuhnya sebuah jet Raptor di Alaska dalam sebuah penerbangan latihan.
Membatalkan semua armada pesawat adalah langkah yang jarang terjadi, menurut beberapa pejabat.
Pada November 2007, Angkatan Udara melarang terbang semua jet tempur F-15 setelah salah satu pesawat itu terlepas dalam penerbangan dan jatuh.
Pesawat-pesawat itu tidak diperbolehkan kembali ke udara hingga Maret 2008, kata Mayor Chad Steffey.
Angkatan Udara memiliki lebih dari 160 Raptor F-22 dalam armadanya dan merencanakan untuk membuat seluruhnya 187 Raptor.
Pesawat-pesawat itu belum digunakan dalam operasi udara pimpinan NATO di Libya atau perang di Afghanistan dan Irak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar