Ketidakmampuan ereksi atau biasa disebut disfungsi ereksi (DE) bukan cuma disebabkan karena tidak adanya libido saja. Gangguan penyakit sampai masalah psikologis dengan pasangan bisa membuat penis menjadi tak bertenaga.
Seseorang disebut menderita DE jika ia tidak mampu melakukan ereksi selama lebih kurang tiga bulan. "Ketidakmampuan ini berjalan terus-menerus, bukan selang-seling terkadang bisa terkadang tidak. Kondisi itu juga tetap berlangsung meski dengan partner yang berbeda," papar Dr Ponco Birowo, dokter spesialis urologi dari RS Asri Jakarta.
Ponco menjelaskan, secara umum ada dua penyebab utama disfungsi ereksi, yakni faktor psikogenik dan organik.
Faktor psikogenik adalah semua hal yang berkaitan kondisi kejiwaan. "Penyebabnya bisa karena komunikasi yang kurang baik dengan pasangan. Penyebab lain adalah merasa tidak berdaya karena tidak mampu membuat pasangan orgasme," katanya.
Rasa rendah diri karena tidak berhasil menuntun pasangan mencapai orgasme ternyata bisa membuat seorang pria merasa stres, depresi, merasa bersalah, sampai takut akan keintiman.
Sementara itu, yang dimaksud dengan penyebab organik adalah gangguan penyakit. "Hampir dua pertiga disfungsi ereksi disebabkan karena faktor ini," katanya.
Selain diabetes yang tidak terkontrol, penyakit yang bisa menyebabkan impotensi adalah kolesterol tinggi, hipertensi, atau memiliki riwayat kecanduan. Penyakit-penyakit tersebut dapat merusak saraf dan pembuluh darah sehingga aliran darah ke organ penis yang diperlukan untuk terjadinya ereksi menjadi terhambat.
Ponco menambahkan, ada beberapa gejala yang menyertai penyebab organik, yakni hilangnya minat pada aktivitas sosial, ukuran testis yang mengecil, serta penurunan pada penanda seksual sekunder, misalnya melemahnya kekuatan otot.
Mengenali penyebab-penyebab disfungsi ereksi bisa membantu memilih terapi pengobatan yang paling tepat.
Pengobatan DE sendiri terdiri dari tiga lini, yang pertama adalah mengobati penyebabnya yang diikuti dengan melakukan perubahan gaya hidup dan mengonsumsi obat. Misalnya dengan obat golongan PDE-5 inhibitor.
Jika pengobatan lini pertama tidak berhasil, pasien bisa melakukan terapi lini kedua berupa injeksi sildenafil ke badan penis serta injeksi sildenafil ke saluran kencing. "Tetapi, pengobatan ini mulai dibatasi karena minimnya penyerapan obat di uretra," kata Ponco.
Sementara itu, pengobatan di lini terakhir adalah operasi atau terapi hormon yang diikuti dengan terapi seks.
"Kunci keberhasilan pengobatan adalah menjaga pola hidup sehat, dengan asupan bernutrisi seimbang dan olahraga. Kecuali karena kondisi genetik, disfungsi ereksi bisa diperbaiki dengan pola hidup sehat. Pola yang sama juga harus dijalani usai menjalani pengobatan," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar