JAKARTA, Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di Asia Tenggara terdapat setengah dari jumlah penderita tuberkulosis (TB) di seluruh dunia. Diperkirakan, setiap tahun, 500.000 orang di kawasan ini meninggal dunia akibat penyakit tersebut.
Samlee Plianbangchang, Regional Director WHO Kawasan Asia Tenggara, dalam pernyataan persnya di Jakarta, Kamis (22/3/2012), meminta seluruh pemangku kepentingan memperkuat kemitraan untuk mengeliminasi penyakit TB dalam peringatan Hari TB Sedunia tanggal 24 Maret mendatang.
"Kemitraan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari pelayanan masyarakat dasar merupakan kunci bagi eliminasi TB. Kemitraan dengan LSM, rumah sakit pemerintah dan swasta, dan lain-lainnya sejak tahun 1990 telah menurunkan hingga 25 persen penemuan kasus baru," ujar Pliangbangchang.
Selain itu, kemitraan di antara berbagai pihak terkait itu juga telah menaikkan tingkat kesuksesan penanganan TB hingga mencapai 90 persen.
"Meskipun demikian, tuberkulosis adalah penyakit yang sering kali disebabkan oleh kemiskinan sehingga jika tidak menjangkau masyarakat yang paling miskin di antara masyarakat miskin, dan memfokuskan pada pendidikan dan pencegahan, kita tidak bisa mengeliminasi penyakit ini," papar Pliangbangchang.
Jumlah penderita TB di kawasan Asia Tenggara telah menurun sekitar 40 persen sejak tahun 1990 dengan adanya perbaikan proses deteksi awal dan perbaikan sistem perawatan. Namun, jumlah penderita TB di Asia Tenggara masih tergolong tinggi, bahkan WHO memperkirakan setengah kasus TB di dunia berada di Asia Tenggara dan lima negara di antaranya termasuk dalam 22 negara dengan penderita TB terbanyak seperti India yang menyumbang seperempat kasus baru TB.
Menurut laporan tahunan WHO "Mengontrol Tuberkulosis di Kawasan Asia Tenggara 2012", prevalensi TB sekitar 5 juta dan 3,5 juta kasus baru ditemukan selama 2010.
"Meskipun tingkat kematian di kawasan ini telah menurun karena suksesnya implementasi DOTS (directly observed treatment, short course), penyakit ini masih menyebabkan setengah juta orang meninggal tiap tahunnya," ujar Pliangbangchang.
Penanganan juga dilakukan terhadap kasus "multidrug resistant" tuberculosis (MDR-TB) atau pasien yang mengalami kekebalan terhadap obat lini pertama dengan menambah fasilitas kesehatan dan memperbaiki sistem diagnosis. Pada 2010, sebanyak 4.000 kasus TB dirawat sebagai kasus MDR-TB, menambah 105.000 kasus yang telah dirawat sebelumnya.
Pliangbangchang juga memberikan penekanan terhadap perlunya memperkuat kolaborasi, baik antara penanganan TB dan HIV maupun TB-diabetes serta program nasional. Dia juga mengatakan harus memerhatikan isu baru yang muncul dan melakukan penanganan secepatnya.
"Program TB nasional harus dapat menangani isu-isu baru seperti situasi pendanaan yang tidak menentu, pengenalan sistem diagnosis baru, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan menangani penyakit-penyakit yang sering menyertai TB," demikian Pliangbangchang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar